Kamis, 15 Oktober 2009

Lamaranmu Ku Tolak

Mereka, lelaki dan perempuan yang begitu berkomitmen dengan agamanya.Melalui ta'aruf (perkenalan) yang singkat dan hikmat, mereka memutuskan untuk melanjutkannya menuju khitbah(lamaran).Sang lelaki, sendiri, harus maju menghadapi lelaki lain: ayah sang perempuan.Dan ini, tantangan yang sesungguhnya. Ia telah melewati deru pertempuran semasa aktivitasnya di kampus, tetapi pertempuran yang sekarang amatlah berbeda.Sang perempuan, tentu saja siap membantunya. Memuluskan langkah mereka menggenapkan agamanya.Maka, di suatu pagi, di sebuah rumah, di sebuah ruang tamu, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk 'merebut'sang perempuan muda, dari sisinya.

"Oh, jadi engkau yang akan melamar itu?" tanya sang setengah baya."Iya, Pak," jawab sang muda."Engkau telah mengenalnya dalam-dalam? " tanya sang setengah baya sambil menunjuk si perempuan."Ya Pak, sangat mengenalnya, " jawab sang muda, mencoba meyakinkan.

"Lamaranmu kutolak. Berarti engkau telah memacarinya sebelumnya? Tidak bisa. Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang diawali dengan model seperti itu!" balas sang setengah baya.Si pemuda tergagap,

"Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan lalu."

"Lamaranmu kutolak. Itu serasa 'membeli kucing dalam karung' kan, aku tak mau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak mengenalnya.Jangan-jangan kau nggak tahu aku ini siapa?" balas sang setengah baya,keras.Ini situasi yang sulit. Sang perempuan muda mencoba membantu sang lelaki muda.

Bisiknya, "Ayah, dia dulu aktivis lho."

"Kamu dulu aktivis ya?" tanya sang setengah baya.

"Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti Orba di Kampus," jawab sang muda, percaya diri.

"Lamaranmu kutolak. Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan?"

"Anu Pak, nggak kok. Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak yang nggak datang kalau saya suruh berangkat."

"Lamaranmu kutolak. Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?"Sang perempuan membisik lagi, membantu, "Ayah, dia pinter lho."

"Kamu lulusan mana?""Saya lulusan Teknik Elektro UGM Pak. UGM itu salah satu kampusterbaik di Indonesia lho Pak."

"Lamaranmu kutolak. Kamu sedang menghina saya yang cuma lulusan STM ini tho? Menganggap saya bodoh kan?"

"Enggak kok Pak. Wong saya juga nggak pinter-pinter aat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IPnya juga cuma dua koma Pak."

" lamaranmu ya kutolak. Kamu saja bego gitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?

"Bisikan itu datang lagi, "Ayah dia sudah bekerja lho."

"Jadi kamu sudah bekerja?""Iya Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling Jawa dan Sumatera jualan produk saya Pak."

"Lamaranmu kutolak. Kalau kamu keliling dan jalan-jalan begitu, kamu nggak bakal sempat memperhatikan keluargamu."

"Anu kok Pak. Kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja nggak terlalu laku."

"Lamaranmu tetap kutolak. Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu,kalau kerja saja nggak becus begitu?

"Bisikan kembali, "Ayah, yang penting kan ia bisa membayar maharnya."

"Rencananya maharmu apa?"
"Seperangkat alat shalat Pak."

"Lamaranmu kutolak. Kami sudah punya banyak. Maaf."

"Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang limapuluh juta Pak."

"Lamaranmu kutolak. Kau pikir aku itu matre, dan menukar anakku dengan uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku.

"Bisikan, "Dia jago IT lho Pak"

"Kamu bisa apa itu, internet?"

"Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho Pak saya nge-net."

"Lamaranmu kutolak. Nanti kamu cuma nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak istrimu di dunia nyata."

"Tapi saya ngenet cuma ngecek imel saja kok Pak."

"Lamaranmu kutolak. Jadi kamu nggak ngerti Facebook, Blog, Twitter,Youtube? Aku nggak mau punya mantu gaptek gitu.

"Bisikan, "Tapi Ayah..."

"Kamu kesini tadi naik apa?""Mobil Pak."

"Lamaranmu kutolak. Kamu mau pamer tho kalau kamu kaya. Itu namanya Riya'. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM kan makin naik."

"Anu saya cuma mbonceng mobilnya teman kok Pak. Saya nggak bisa nyetir"
"Lamaranmu kutolak. Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?

"Bisikan, "Ayahh..""Kamu merasa ganteng ya?"

"Nggak Pak. Biasa saja kok"

"Lamaranmu kutolak. Mbok kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yangcantik ini."

"Tapi pak, di kampung, sebenarnya banyak pula yang naksir kok Pak."

"Lamaranmu kutolak. Kamu berpotensi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh!

"Sang perempuan kini berkaca-kaca, "Ayah, tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya, selain tentang harta dan fisiknya?

"Sang setengah baya menatap wajah sang anak, dan berganti menatap sangmuda yang sudah menyerah pasrah.

"Nak, adakah yang engkau hapal dari Al Qur'an dan Hadits?
"Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga.Pun pada pokok soal ini ia menyerah, jawabnya,

"Pak, dari tiga puluhjuz saya cuma hapal juz ke tiga puluh, itupun yang pendek-pendek saja.Hadits-pun cuma dari Arba'in yang terpendek pula.

"Sang setengah baya tersenyum, "Lamaranmu kuterima anak muda. Itu cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya sajapun, aku masih tertatih."Mata sang muda ikut berkaca-kaca.


(From note in FB)

Senin, 07 September 2009

Damai di Jalan Yang Aku Hindari

Jalan ini adalah jalan yang sangat istimewa dalam hidupku. Aku melewatinya setiap hari 7 tahun yang lalu. Ada suatu masa yang tak mungkin terulang…..yang kemudian membuatku menghindar dari jalan ini. Aku tidak mau melewati jalan ini lagi, dan kalaupun aku terpaksa melewatinya aku ingin cepat berlalu. Dan aku tidak melewatinya lagi selama kurang lebih empat tahun…


Namun entah apa rencana Allah untukku…Aku mendapatkan pekerjaan yang bertempat persis di seberang jalan yang aku hindari ini…………yang mau tidak mau aku harus lewati, bahkan memandangnya berjam – jam setiap hari. Yang membuatku harus menarik nafas dalam – dalam sambil berkata pada diriku “sudahlah”……. Supaya Kristal – Kristal bening itu tidak jatuh dari mataku…


Hari ini…hari pertama di bulan ramadhan…….aku ingin berdamai dengan diriku sendiri, sepulang kantor aku jalan sendirian ke sebuah toko buku. Beberapa menit sebelum adzan magrib berkumandang aku pulang. Aku menyebrang jalan dan naik sebuah mobil angkot yang masih kosong… beberapa menit kemudian angkot tersebut sudah sampai di jalan yang aku hindari di sebarang kantorku…. Seperti biasa angkot – angkot ngetem di jalan tersebut, menunggu penumpang karena jalan ini banyak penumpang dari stasiun maupun mahasiswa yang pulang kampus. Biasanya ketika angkot yang aku tumpangi ngetem di jalan ini, aku buru – buru turun dan berganti angkot lain…….tapi hari ini aku merasakan sesuatu yang lain dari kebiasaanku…. Aku merasakan sesuatu yang lain yang mengalir dalam hatiku….sesuatu yang damai…. Setelah tujuh tahun aku mengindarinya. Setelah beberapa hari sebelumnya aku teringat es cendol bandung di jalan ini……


Aku diam di dalam angkot yang sedang ngetem, bahkan aku membiarkan angkot ini ngetem berlama – lama dan aku memandang di sekeliling jalan dengan senyum yang tidak aku mengerti…..dan tidak ada lagi yang ingin keluar dari mataku. jalan ini sudah banyak berubah….. namun ada satu hal yang belum berpindah dan berubah….sebuah gerobak es cendol Bandung yang aku ingat beberapa hari yang lalu….heeeem sepertinya enak juga buka dengan es cendol yang sempat aku rindukan……….aku masih ingat tujuh tahun yang lalu aku pernah beli es cendol ini…..


Aku minta ijin sama supir angkot untuk membeli es cendol itu sebentar, dan diapun mengiyakan. Entah kenapa aku sendirian tapi aku beli es cendol dua bungkus…aku buru – buru kembali ke dalam angkot dan membuka es cendol karena adzan sudah berkumandang….baru ada 1 penumpang lagi…ini berarti angkot ini masih akan ngetem…sang supir mulai menyalakan rokoknya, satu hal yang paling aku tidak suka, biasanya aku buru – buru menutup hidungku dengan tissue atau jilbab, atau batuk – batuk sebagi aksi protesku…tapi hari ini aku sungguh ingin berdamai dengan diriku sendiri…aku membiarkanya merokok dan aku meminum es cendol yang tadi aku beli…. Hari ini aku meminum es cendol ini sendirian… Aku baru sadar kalau aku punya dua Es, siapa yg akan meminumnya…?tidak mungkin aku menghabiskannya sendiri……buru – buru aku sodorkan kepada pak supir disampingku, dan dia bilang makasih neng. Dan diapun meminumnya hemmm….tetep manis..tidak ada yang berkurang dan tidak ada yang lebih….


huffff ternyata…semuanya tergantung hati kita….bukan keadaan dan dengan siapa kita…
Ya Allah Tetapkanlah aku dalam keadaan damai seperti hari ini…………………terima kasih ya Allah karena hari ini Engkau telah mengambil perasaan itu kembali dan menggantikannya dengan sebuah kedamaian yang tidak bisa aku beli dimanapun…………..

Minggu, 26 Juli 2009

Tentang Pacaran

Setiap akhir pekan aku menginap di rumah tanteku, mengahbiskan waktu untuk menemani sepupuku yang paling kecil untuk bermain dan belajar. Waktu itu umurnya baru sekitar lima tahun…usia TK. Aku selalu membacakan cerita untuknya sebelum tidur….

suatu malam seusai aku membacakan cerita dari salah satu seri komik Qur’an, dia bertanya tentang satu hal yang tidak pernah aku duga sebelumnya….


“mba acy….mba acy…” tanyanya sambil memelukku….”ya” jawabku singkat. “mba acy udah punya pacar belum, kok setiap malem minggu nginep disini?” lanjutnya. Aku Cuma menggeleng sambil tersenyum geli….
“kenapa?” dia bertanya lagi….
“mmmmmm…..tidak apa – apa….emang boleh kita pacaran?” tanyaku kepadanya… dia Cuma mengangkat kedua pundaknya, sepupuku ini memang sudah dewasa sebelum waktunya….hehehe..
“tidak boleh ade….nanti kalau sudah besar dan sudah siap menikah, bolehnya menikah…kalau pacaran itu tidak boleh….ok?”..(Aku harus mengajarkan hal yang benar sejak dini sesuai dengan aturan agama kepadanya, meski aku juga pernah melanggarnya….hehehe…ampuni aku ya Allah…)sesimple mungkin aku menjelaskan dengan bahasa anak – anak kalau pacaran itu tidak di perbolehkan dalam Islam…
Tapi aku sungguh kaget dan geli dengan sanggahan yang di ucapkannya..
“ih…mba acy ketinggalan jaman…ade Indah aja sudah punya pacar…dua lagi, mba Ima juga punya pacar….”
Aku ketawa geli dan terus mendengarkan dia berceloteh
Lalu aku bertanya lagi “emang kalau pacaran itu ngapain sih?”
“ngapain aja… Jalan – jalan kek…ke Mall…Nonton…makan…asal ga gitu – gitu deh” jawabnya sambil menjentikan kedua jarinya membentuk tanda kutip
Aku Cuma geleng – geleng kepala….sambil ketawa kecil…”ga gitu – gitu apa? Tanyaku ngeledek
“aaaah…mba acy….itu tu yang suka ada di sinetron…”
”terus kalau ade pacarannya ngapain?” tanyaku lagi…”mmmm ade punya dua pacar: satu namanya rafi…satu namanya Anggono, kalau rafi ga masuk berarti aku pacaran ama anggono, main ayunan sama main perosotan berdua..makan berdua….jajan berdua”
“hahaha….”aku ga bisa menahan tawa lagi…(pacaran versi anak TK)
Oh my God….
hal yang sama juga aku alami ketika aku mengajar di sentra Imajinasi, anak – anakku (my students) memilih bermain peran ”tentang pacaran” daripada bermain peran tentang banjir waktu itu…tanpa di komando dan tanpa sutradara mereka langsung bermain peran seperti yang mereka lihat di sinetron…wow suatu hal yang membuatku ingin tertawa dan juga prihatin….

Aku jadi teringat di salah satu tema talkshow parenting yang rutin aku dengarkan yang di bawakan oleh ayah Eddy…..”SIAPAKAH IBU DARI ANAK – ANAK ANDA? ANDA ATAUKAH TELEVISI?” kurang lebih itulah tema yang pernah aku dengar. Kadang kita tidak sadar bahwa dirumah kita ada satu benda yang bisa menghibur dan selalu ada untuk anak – anak kita kapanpun mereka minta. Sedangkan sebagian para ibu..(mohon maaf lahir dan bathin) kadang lebih mengutamakan pekerjaan di bandingkan dengan anak – anaknya….


Untuk diriku dan teman – temanku calon ibu……, maupun yang sudah menjadi ibu…jangan biarkan televisi (sinetron terutama) menggantikan peran kita sebagai seorang ibu dan pendidik pertama untuk anak – anak kita tercinta…..agar mereka menjadi pribadi - pribadi yang beraqidah dan berakhlak mulia.....
”Let’s Make Indonesian Strong From Home!” Kalau bukan kita siapa lagi?....Kalau bukan sekarang kapan lagi? (ayah Eddy)

Senin, 06 Juli 2009

Enjoy Our Life

First I was dying to finish my high school and start college
And then I was dying to finish college and start working
Then I was dying to marry and have children
And then I was dying for my children
To grow old enough
So I could go back to work
But then I was dying to retire
And now I am dying…
And suddenly I realized
I forgot to live

To make money we lose our health,
And then to restore our health we lose our money…
We live as if we are never going to die,
And we die as if we never lived..
taken from Dewi Mutia's Note in FB

Selasa, 02 Juni 2009

A Prayer

Ya Rabbi,…
Aku berdoa untuk seorang pria, yang akan menjadi bagian dari hidupku..
Seorang pria yang sungguh mencintaiMu lebih dari segala sesuatu..

Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau..
Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMu…

Seorang pria yang mempunyai sebuah hati yang sungguh mencintai dan haus akan Engkau dan memiliki keinginan untuk menauladani sifat-sifat Agung-Mu…

Seorang pria yang mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup, sehingga hidupnya tidaklah sia-sia…
Seorang pria yang memiliki hati yang bijak bukan hanya sekedar otak yang cerdas…

Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tetapi juga menghormati aku…
Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi dapat juga menasehati ketika aku berbuat salah…
Seorang pria yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tetapi karena hatiku…

Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu dan situasi…
Seorang pria yang dapat membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika berada di sisinya…

Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya..
Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya…
Seorang pria yang membutuhkan senyumanku untuk mengatasi kesedihannya..
Seorang pria yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi berarti…

Dan aku juga meminta:

Buatlah aku menjadi seorang perempuan yang dapat membuat dia bangga…
Berikan aku sebuah hati yang sungguh mencintaiMu, sehingga aku dapat mencintainya dengan cintaMu, bukan mencintainya dengan sekedar cintaku…

Berikanlah sifatMu yang lembut sehingga kecantikanku datang dariMu bukan dari luar diriku..
Berikanlah aku tanganMu sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya…
Berikanlah aku penglihatanMu sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dalam dirinya dan bukan hal buruk saja…
Berikan aku mulutMu yang penuh dengan kata-kata bijakMu dan pemberi semangat, sehingga aku dapat mendukungnya setiap hari, dan aku dapat tersenyum padanya setiap pagi…

Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakan “Betapa besarnya Engkau karena telah menganugerahkan cinta karenaMu dan memberi kesempatan untuk menyempurnakan separuh agamaMu”…

Aku mengetahui bahwa Engkau menginginkan kami bertemu pada waktu yang tepat dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktunya 

Ammiiiiin

(edited from eni's)

Jumat, 29 Mei 2009

Tantrum

“maaf Re tidak boleh!!!!!!!” teriak sang guru dengan spontan ketika Re, salah satu anak muridnya berkata “ mama setan”….”mama setan”…dan menuliskannya di papan tulis.



Mendengar teriak sang guru, Re pun bukannya berhenti berkata tapi kemudian anak itu malah berteriak seperti orang mengerang “haaaaah”, anak itu spontan menarik gurunya sekuat tenaga sampai hampir terjatuh. Kemudian dia membalikkan semua meja yang ada di dalam kelas sambil berteriak – teriak….


Yah Re tantrum…., seorang anak murid autisku…badannya tinggi besar, tingginya sudah sama denganku tapi badannya lebih besar dari badanku, kulitnya sangat halus dan putih, umurnya sudah delapan tahun, Dia bisa di kategorikan anak super jenius, sudah bisa membaca dan menulis dengan lancar, serta mempunyai daya tangkap yang tinggi. Dia masih berada di Taman Kanak – kanak karena masih memerlukan terapi perilaku walaupun dari segi akademis dia termasuk anak jenius…


Guru kelasnya terus memanggilnya “Re”…. Maaf” itu adalah kalimat larangan yang boleh di pakai di sekolah kami waktu itu… tapi Re terus mengamuk melemparkan benda – benda yang ada di sekitarnya, teman –temannya ketakutan…


Aku mendekatinya dan berusaha untuk meraihnya….sekuat tenaga aku memeluknya…aku mengerahkan seluruh kekuatanku untuk memeluknya karena tubuhnya lebih besar dariku sampai akhirnya dia tenang… 


Perlahan aku melepaskan pelukanku dan memegang kedua pipinya, aku menatap matanya dan tersenyum.. aku hanya berkata “Bunda sayang sama Re”……”mau belajar sama bunda asy di ruang komputer?” tanyaku kepadanya pelan..
“mau” jawabnya sambil menarik tanganku menuju ruang komputer.


Aku menyalakan komputer dan memutarkan musik klasik supaya dia tenang. Dia duduk dan tersenyum lucu… Re sebenarnya adalah anak yang sangat menyenangkan…aku mulai mengajaknya bicara…waktu itu kami sedang belajar tentang tema keluarga..



Aku mulai bertanya kepadanya..” bunda boleh tahu tidak, ada siapa saja di rumah Re?” “ada ayah, ada mama, ada abang, ada mbak dan Re” jawabnya polos.
“Re bisa tulis, Re sayang ayah” pintaku kepadanya. Kemudian dia pun menuliskan apa yang aku katakana. “lalu Re sayang siapa lagi?” tanyaku.
Kemudian dia menulis sambil berkata “ Re sayang abang”. Aku hanya tersenyum untuk memberikan apresiasiku kepadanya. “trus mama?” kataku setengah bertanya.

Tapi diluar dugaanku dia tidak menulis Re sayang mama seperti yang dia lakukan terhadap ayah dan kakaknya, tetapi dia menulis “mama setan” nafasku seperti terhenti, aku tidak tahu bagaimana sedihnya mamanya kalau tahu ini. Aku hanya diam dan menggelengkan kepalaku tanda tidak setuju. Aku mengambil penghapus dan menghapusnya. “ Re....bisa tolong bunda, buat yang lebih bagus?” kataku padanya…

Tapi dia mengulangi hal yang sama. Entah apa yang terjadi dengan anak ini di rumah, aku tidak berani mengambil kesimpulan.


Aku mengambil selembar kertas dan menggambar seorang wanita hamil.
 Lalu aku menunjukkan gambar itu pada Re…” Re tahu ini siapa?” tanyaku
Dia hanya melihat sekilas, “ Re… lihat, ini mama. Re tahu? Dulu Re ada di dalam perut mama, dulu Re di bawa kemanapun mama pergi, lalu setelah Re lahir, mama kasih susu untuk Re, mama kasih makan, mama mandiin Re…..sampai Re besar seperti sekarang bisa bermain sama teman – teman….. mama baik tidak Re?” kataku menjelaskan kepadanya.

Dia hanya mengangguk, “nah sekarang Re sayang kan sama mama?”tanyaku kepadanya sekali lagi. “sayaaang” jawabnya dengan suara besar. “ sekarang bisa tulis, Re sayang mama?” tanyaku, kemudian dia menulisnya…”Subhanallah Re pintar Give me five!!!” pujiku kepadanya sambil mengajaknya tos (give me five)….



“Re ingat apa yang sudah Re lakukan tadi di kelas?” tanyaku. “iya” dia hanya menjawab singkat, Sekarang kita kembali kekelas dan minta maaf sama bunda Sita dan teman – teman Re ya….”
Dia kemudian bangun dari duduknya dan bergegas menuju kekelas. “katakan apa sama bunda Sita?” Tanya ku di perjalanan menuju kelas. “ Re sayang mama, Re sayang Bunda”. “Re sayang mama, Re sayang bunda” aku ikut mengulanginya…


Sampai di kelas ku biarkan Re mengetuk pintu dan mengucap salam, dia masuk kekelas dan berkata persis di hadapan gurunya “ Bunda Re Minta maaf, Re sayang mama, Re Sayang bunda”

Aku tersenyum dan keluar kelas, aku menarik nafas dalam – dalam karena air mataku hampir saja menetes melihatnya melakukan itu…..

Aku baru sadar, kalau ternyata untuk menjadi seorang guru tidak hanya butuh kemampuan intelektual yang tinggi, tapi dibutuhkan sorot mata bersahabat, tutur kata dan sentuhan  lembut, senyum yang tulus, hati yang ikhlas dan jiwa yang lapang…

Mudahkah itu?

 

Rabu, 13 Mei 2009

Ketika Haikal Mulai Bicara

“Halo haikal” assalamu ‘alaikum?
Sapaku kepada haikal suatu pagi. “walaikum salam” jawabnya sambil melihat sekelilingnya, matanya masih kemana – mana, tidak fokus pada satu hal yang dilihatnya.
Aku tersenyum dan mengusap rambutnya. “haikal apa kabar?” aku melanjutkan pertanyaannku.
“ baik” jawabnya
“ haikal sedang apa?”
“Bermain”
“wah ini apa ya?”tanyaku kepadanya sambil menunjukkan sebuah buku.

"Ini buku” jawabnya singkat, sambil naik ke sebuah ayunan…..


Aku tidak bisa menggambarkan bagaimana bahagia dan bersyukurnya aku saat itu.
Setelah hampir dua tahun aku mengajaknya bicara, lebih tepatnya aku bicara sendiri kepadanya. Menemaninya bermain dan memperhatikannya…..
Akhirnya hari itu haikal mulai mau berbicara seperti anak – anak lain walaupun kadang – kadang masih membeo.
Masih teringat jelas dalam ingatanku ketika pertama kali aku bertemu dengannya;

15 agustus 2005. aku memasuki gedung sekolah Taman Kanak – Kanak berwarna orange di daerah depok. Waktu itu aku baru semester tiga awal. Belum ada yang kudapat dari bangku kuliah sebagai bekal untuk mengajar. Dan pekerjaan yang aku ambil ini agak melenceng dari jurusanku.


Autisme……..
Yah aku mengawali karirku di dunia pendidikan sebagai shadow teacher untuk anak – anak autisme. Aku buta dan tidak punya keahlian tentang hal ini. Tapi aku yakin kalau aku bisa. Awalnya aku menerima tawaran ini karena aku ingin mencari “tombo ati”. Kata opik obat hati ada lima perkara dan salah satunya adalah berkumpul dengan orang – orang sholeh. Intinya aku ingin belajar dari mereka untuk hidupku yang lebih baik dan memperbaiki hubunganku dengan Tuhan. Dan sekolah ini adalah sekolah Islam terpadu. Awalnya aku merasa tidak pantas masuk ke sekolah itu, tapi teman – teman disana sangat bersahabat dan membimbingku dengan tulus.

Kulitnya putih bersih dan ganteng, dia kelihatan sangat lucu dengan rambut brokolinya.. Ibunya memberiku penjelasan sebentar tentang kondisi anaknya. Kupersembahkan senyuman tulus dan termanisku saat pertama kali aku bertemu dengannya. Sekilas tidak ada masalah dengan anak ini.


Aku tersenyum dan menyapanya “assalamu ‘alaikum?”
Tapi tak ada respond apapun dan bahkan dia tidak melihatku. Dia asyik memainkan jarinya dan bersenandung tidak jelas.
“walaikum salam bunda” ibunya menjawab memberi contoh. Tapi dia tetap tidak bergeming.
Jujur aku bingung harus bagaimana, karena aku belum tahu banyak tentang anak special needs seperti haikal.

Aku menjabat tangannya dan mengusap pundaknya berusaha menemukan tatap matanya. ”halo haikal, ini bunda Asy”. Kataku padanya memperkenalkan diri, walaupun dia mungkin menganggapku tak ada.


Setelah perkenalan singkat itu ibunya pulang, dan aku mengajak haikal untuk masuk kelas. Aku belum melakukan apa – apa, aku hanya memperhatikannya… dia duduk diantara lego – lego kemudian mengambilnya satu demi satu, memainkanya seperti pesawat terbang, sambil berceloteh tidak jelas, kemudian memindahkan lego – lego itu satu persatu kesebelah kiri tubuhnya , sampai semua lego – lego itu habis, kemudian dia berputar dan melakukan hal yang sama berulang – ulang.


Aku duduk di hadapannya dan berusaha mengalihkan perhatiaanya, “haikal, ini lego” lego….lego….kataku berulang - ulang.
Aku tidak memaksanya untuk meniru apa yang aku katakan, aku yakin dia mendengarku, walaupun dia asyik dengan lego – lego itu dan terus memindahkannya.
Aku melemparkan salah satu lego ke pojok ruangan, kemudian aku katakan padanya, “ ambil “…..haikal tolong ambil…..ambil…..ambil…..”kataku perlahan. Haikal tetap tak beranjak sedikitpun dari tempat duduknya dan dia terus memindahkan lego – lego itu dan terus berputar. Aku memegang tanganya dan mengajaknya kepojok ruangan untuk mengambil lego yang tadi aku lemparkan. “ lego ini…..” kataku “Tolong ambil” matanya memandang sekeliling ruangan dan tidak menatapku sedikitpun, aku memberikan prompt untuk mengambil lego itu.

Walaupun matanya tidak melihat kearah lego itu sama sekali, tapi dia menurut ketika aku menarik tangannya untuk menagamil lego itu, kemudian dia mengambilnya, “nah…. Ambil….” “Haikal hebat” kataku memujinya. “Oke…. Bunda beri hadiah…..” lalu aku menciumnya…dan bertepuk tangan untuknya. Dia hanya tersenyum sekilas kemudian kembali kearah legonya…


Aku melemparkan salah satu lego lagi ke pojok ruangan kemudian melakukan hal yang sama berulang kali, sampai waktu istirahat. Aku mengajaknya keluar untuk bermain, begitu dia lepas dari genggaman tanganku, dia langsung berlari ke kelas atas memasuki setiap ruangan dan berputar di kolong – kolong meja, kemudian dia turun lagi dan kembali naik kekelas atas, aku sempat kewalahan mengikutinya.


Seorang guru membantuku untuk menangkapnya. Kemudian aku menuntunya untuk menuruni tangga. “ayo kita turun” ajaku sambil menuntunnya, “turun”…..”turun’’…..turun….ucapku selagi aku dan haikal menuruni tangga, aku terus bicara padanya, aku hanya yakin kalau dia akan mendengarku dan suatu saat akan mau berbicara seperti anak – anak yang lain.

Aku mengajaknya untuk duduk di sebuah ayunan kemudian memegang kedua tangannya, aku menarik tangannya supaya dia memegang kedua pipiku, dan akupun melakukan hal yang sama memegang kedua pipinya untuk mendapat “eye contact” dengannya. “ini pipi”……ini pipi…. pipi….kataku berulang – ulang.


Hari – hari itu rasanya terbayar sudah pagi ini….
hari dimana Haikal mulai bicara…..

Berkali – kali aku mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah…, dan aku merasa harus berterimakasih kepada haikal…


Dia sudah membuatku untuk belajar sabar
Dia sudah membuatku untuk belajar menghadapi tantangan dan rintangan hidup
Dia sudah membuatku belajar untuk tidak mudah menyerah dan berputus asa….

Dia sudah membuatku belajar bahwa dalam hidup ini diperlukan suatu proses yang panjang untuk mencapai sesuatu…..


Ingin rasanya aku melompat, berjingkrak – jingkrak tepatnya dan memeluk Ibunya untuk mengungkapkan kebahagiaanku….
Tapi tentu saja itu tidak aku lakukan…. Karena nanti dikira gantian aku yang autis….ha ha ha….