Rabu, 13 Mei 2009

Ketika Haikal Mulai Bicara

“Halo haikal” assalamu ‘alaikum?
Sapaku kepada haikal suatu pagi. “walaikum salam” jawabnya sambil melihat sekelilingnya, matanya masih kemana – mana, tidak fokus pada satu hal yang dilihatnya.
Aku tersenyum dan mengusap rambutnya. “haikal apa kabar?” aku melanjutkan pertanyaannku.
“ baik” jawabnya
“ haikal sedang apa?”
“Bermain”
“wah ini apa ya?”tanyaku kepadanya sambil menunjukkan sebuah buku.

"Ini buku” jawabnya singkat, sambil naik ke sebuah ayunan…..


Aku tidak bisa menggambarkan bagaimana bahagia dan bersyukurnya aku saat itu.
Setelah hampir dua tahun aku mengajaknya bicara, lebih tepatnya aku bicara sendiri kepadanya. Menemaninya bermain dan memperhatikannya…..
Akhirnya hari itu haikal mulai mau berbicara seperti anak – anak lain walaupun kadang – kadang masih membeo.
Masih teringat jelas dalam ingatanku ketika pertama kali aku bertemu dengannya;

15 agustus 2005. aku memasuki gedung sekolah Taman Kanak – Kanak berwarna orange di daerah depok. Waktu itu aku baru semester tiga awal. Belum ada yang kudapat dari bangku kuliah sebagai bekal untuk mengajar. Dan pekerjaan yang aku ambil ini agak melenceng dari jurusanku.


Autisme……..
Yah aku mengawali karirku di dunia pendidikan sebagai shadow teacher untuk anak – anak autisme. Aku buta dan tidak punya keahlian tentang hal ini. Tapi aku yakin kalau aku bisa. Awalnya aku menerima tawaran ini karena aku ingin mencari “tombo ati”. Kata opik obat hati ada lima perkara dan salah satunya adalah berkumpul dengan orang – orang sholeh. Intinya aku ingin belajar dari mereka untuk hidupku yang lebih baik dan memperbaiki hubunganku dengan Tuhan. Dan sekolah ini adalah sekolah Islam terpadu. Awalnya aku merasa tidak pantas masuk ke sekolah itu, tapi teman – teman disana sangat bersahabat dan membimbingku dengan tulus.

Kulitnya putih bersih dan ganteng, dia kelihatan sangat lucu dengan rambut brokolinya.. Ibunya memberiku penjelasan sebentar tentang kondisi anaknya. Kupersembahkan senyuman tulus dan termanisku saat pertama kali aku bertemu dengannya. Sekilas tidak ada masalah dengan anak ini.


Aku tersenyum dan menyapanya “assalamu ‘alaikum?”
Tapi tak ada respond apapun dan bahkan dia tidak melihatku. Dia asyik memainkan jarinya dan bersenandung tidak jelas.
“walaikum salam bunda” ibunya menjawab memberi contoh. Tapi dia tetap tidak bergeming.
Jujur aku bingung harus bagaimana, karena aku belum tahu banyak tentang anak special needs seperti haikal.

Aku menjabat tangannya dan mengusap pundaknya berusaha menemukan tatap matanya. ”halo haikal, ini bunda Asy”. Kataku padanya memperkenalkan diri, walaupun dia mungkin menganggapku tak ada.


Setelah perkenalan singkat itu ibunya pulang, dan aku mengajak haikal untuk masuk kelas. Aku belum melakukan apa – apa, aku hanya memperhatikannya… dia duduk diantara lego – lego kemudian mengambilnya satu demi satu, memainkanya seperti pesawat terbang, sambil berceloteh tidak jelas, kemudian memindahkan lego – lego itu satu persatu kesebelah kiri tubuhnya , sampai semua lego – lego itu habis, kemudian dia berputar dan melakukan hal yang sama berulang – ulang.


Aku duduk di hadapannya dan berusaha mengalihkan perhatiaanya, “haikal, ini lego” lego….lego….kataku berulang - ulang.
Aku tidak memaksanya untuk meniru apa yang aku katakan, aku yakin dia mendengarku, walaupun dia asyik dengan lego – lego itu dan terus memindahkannya.
Aku melemparkan salah satu lego ke pojok ruangan, kemudian aku katakan padanya, “ ambil “…..haikal tolong ambil…..ambil…..ambil…..”kataku perlahan. Haikal tetap tak beranjak sedikitpun dari tempat duduknya dan dia terus memindahkan lego – lego itu dan terus berputar. Aku memegang tanganya dan mengajaknya kepojok ruangan untuk mengambil lego yang tadi aku lemparkan. “ lego ini…..” kataku “Tolong ambil” matanya memandang sekeliling ruangan dan tidak menatapku sedikitpun, aku memberikan prompt untuk mengambil lego itu.

Walaupun matanya tidak melihat kearah lego itu sama sekali, tapi dia menurut ketika aku menarik tangannya untuk menagamil lego itu, kemudian dia mengambilnya, “nah…. Ambil….” “Haikal hebat” kataku memujinya. “Oke…. Bunda beri hadiah…..” lalu aku menciumnya…dan bertepuk tangan untuknya. Dia hanya tersenyum sekilas kemudian kembali kearah legonya…


Aku melemparkan salah satu lego lagi ke pojok ruangan kemudian melakukan hal yang sama berulang kali, sampai waktu istirahat. Aku mengajaknya keluar untuk bermain, begitu dia lepas dari genggaman tanganku, dia langsung berlari ke kelas atas memasuki setiap ruangan dan berputar di kolong – kolong meja, kemudian dia turun lagi dan kembali naik kekelas atas, aku sempat kewalahan mengikutinya.


Seorang guru membantuku untuk menangkapnya. Kemudian aku menuntunya untuk menuruni tangga. “ayo kita turun” ajaku sambil menuntunnya, “turun”…..”turun’’…..turun….ucapku selagi aku dan haikal menuruni tangga, aku terus bicara padanya, aku hanya yakin kalau dia akan mendengarku dan suatu saat akan mau berbicara seperti anak – anak yang lain.

Aku mengajaknya untuk duduk di sebuah ayunan kemudian memegang kedua tangannya, aku menarik tangannya supaya dia memegang kedua pipiku, dan akupun melakukan hal yang sama memegang kedua pipinya untuk mendapat “eye contact” dengannya. “ini pipi”……ini pipi…. pipi….kataku berulang – ulang.


Hari – hari itu rasanya terbayar sudah pagi ini….
hari dimana Haikal mulai bicara…..

Berkali – kali aku mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah…, dan aku merasa harus berterimakasih kepada haikal…


Dia sudah membuatku untuk belajar sabar
Dia sudah membuatku untuk belajar menghadapi tantangan dan rintangan hidup
Dia sudah membuatku belajar untuk tidak mudah menyerah dan berputus asa….

Dia sudah membuatku belajar bahwa dalam hidup ini diperlukan suatu proses yang panjang untuk mencapai sesuatu…..


Ingin rasanya aku melompat, berjingkrak – jingkrak tepatnya dan memeluk Ibunya untuk mengungkapkan kebahagiaanku….
Tapi tentu saja itu tidak aku lakukan…. Karena nanti dikira gantian aku yang autis….ha ha ha….

3 komentar:

  1. aQ salut ama apa yang telah dilakukan km terhadap haikal, dan aQ yakin haikal bisa menerima rangsangan dari kamu, walaupun haikal tidak seperti kebanyakan orang lain yang seperti biasanya. respon yang kamu berikan terhadap haikal besar banget mungkin karena haikal masih kanak-kanak sehingga dia belum terlalu paham yang nama'y diperhatikan oleh seseorang. aQ mengangap kamu orang yang telah berhasil dalam mencapai keberhasilan didalam mendidik anak, dan mungkin suatu saat kamu punya anak mungkin anak itu akan menjadi anak yang solehah karena kamu mempunyai pengalaman yang penting didalam mengurus anak. dan aku juga pengen jadi anak tiri kamu?,mau dong.hehehe...hehe.....

    BalasHapus